BAKAT


APA ITU BAKAT

Ada berbagai pengertian tentang bakat yang tergambar dari berbagai definisi berikut:

Encarta : Ability, Somebody with an exceptional ability berarti kemampuan, seseorang yang memiliki kemampuan yang berbeda

Umum : Kemampuan yang unik dari seseorang

Gallup : Pola pikiran, perasaan dan perilaku yang berulang ulang dan dapat meningkatkan produktivitas

Kalau dilihat berbagai definisi diatas, dapat dikatakan bahwa disini ada dua kelompok yang berbeda yaitu yang pertama bakat itu hanya dimiliki oleh beberapa orang tertentu sedangkan yang kedua [Gallup] mengisyaratkan bahwa semua orang memiliki bakat.

http://www.talentsmapping.com/images/table_kecil.jpgSelama ini, Bakat diartikan sebagai kemampuan khusus yang dimiliki orang orang tertentu seperti bakat menulis, bakat melukis, bakat menyanyi, bakat menggambar, bakat berakting, bakat mengukir dlsb, semua ini termasuk didalam bakat yang terkait dengan bidang. Sedangkan Bakat yang terkait dengan peran seperti berjualan, memimpin, menganalisis, meneliti, negosiasi, dlsb baru diperkenalkan oleh Gallup Organization ditahun 2001 melalui bukunya ”Now Discover Your Strengths” dengan 34 Tema Bakat yang ditemukan melalui penelitian puluhan tahun diberbagai Industri, terkait dengan masalah produktivitas.

MENGAPA BAKAT?

Dari sudut pandang produktivitas terbukti bahwa mereka yang bekerja sesuai dengan bakatnya akan memberikan produktivitas optimum .
Dari sisi pandang kesehatan terbukti bahwa mereka yang bekerja sesuai dengan bakatnya hidup lebih sehat dan bahagia.
Dari sisi agama, semua agama menganjurkan untuk bekerja / beramal sesuai dengan bakat, pembawaan, potensi dan kekuatannya masing masing.
Ada jalan sukses ada cara sukses

Untuk mencapai tujuan, maka jalan yang benar lebih penting ketimbang cara yang benar.

Jalan yang benar selalu berkaitan dengan potensi / kekuatan seseorang / organisasi.

Dengan demikian bagi Individu, Bakat merupakan potensi luar biasa yang harus dikenali dan dimanfaatkan

BAGAIMANA PROSES MENEMUKAN BAKAT NYA?

Penemuan Bakat melalui Talents Mapping dibuat sesederhana mungkin tanpa mengabaikan kaidah kaidah validasi dan selalu dilakukan penyempurnaan atas dasar studi dari data base yang kian meningkat [Mei 2007 sekitar 10.000 data].

Peserta mengisi form asesmen yang terdiri dari 170 pernyataan dengan 6 pilihan yang harus diisi dalam waktu maksimum 30 menit untuk mendapatkan hasil yang maksimal.Form isian ini bisa dilakukan secara online maupun melalui Hard Copy didalam kelas Hasilnya diproses secara otomatis melalui Komputer sehingga mampu melakukan proses dengan kecepatan sampai 2000 orang perhari.

APA MANFAATNYA?

Individu :

•  Menemukan Potensi dan Keterbatasan merupakan awal yang sangat penting dalam memilih karir agar menghasilkan kinerja maksimum.

•  Hasil Asesmen ini bisa dijadikan pegangan awal dalam mempelajari potensi, yang walaupun tidak sepenuhnya benar, paling tidak , peserta akan memiliki panduan dalam ”membaca” dirinya karena dilengkapi dengan berbagai definisi Bakat

Organisasi :

•  Rekrutmen : walaupun tidak bisa dijadikan satu satunya acuan, asesmen ini bisa digunakan sebagai prefilter sebelum dilakukan wawanvara bakat untuk kemudian dimanfaatkan untuk proses rekrutmen selanjutnya

•  Snap Shot : kumpulan hasil asesmen individu didalam organisasi dapat dijadikan informasi yang sangat bermanfaat bagi management melalui proses Snap Shot dengan mana management bisa melihat keunikan kelompok dibandingkan dengan ”norma”

•  Pemetaan Karyawan : salah satu informasi yang sangat dibutuhkan untuk pengambilan keputusan management adalah pemetaan karyawan dan disamping dimensi kinerja yang seharusnya sudah dimiliki perusahaan juga dibutuhkan dimensi potensi pada job title tertentu yang bisa diturunkan dari hasil asesmen individu diatas. Dengan Pemetaan ini , management dapat melakukan beberapa tindak lanjut seperti Repositioning, Training Need Analysis , Succession Planing dlsb

•  Performance Management :Manajemen Kinerja dilakukan oleh atasan langsung yang terdiri dari 4 bagian penting yaitu

•  Seleksi Karyawan berdasarkan bakat

•  Menetapkan sasaran kerja

•  Memotivasi Bawahan

•  Mengembangkan bawahan

Kesemuanya ini membutuhkan informasi mengenai potensi Bakat individu yang diawali dari asesmen Talents Mapping

•  Team Building : berbeda dengan konsep Team Building sebelumnya dimana fokusnya adalah menemukan kelemahan seseorang untuk kemudian diperbaiki, maka konsepnya disini lebih mengarah kepada menemukan potensi dan kekuatan sesorang untuk kemudian diasah dan dimanfaatkan. Dari ”No I in a Team ” menjadi ”a lot of I’s in a Winning Team”, untuk itu perlu mengetahui bakat dominan sesorang melalui Talents Mapping dan kalau diperlukan juga mengetahui peran Belbin yang sesuai melalui Talents Mapping

Pembinaan Dan Pemupukan Bakat Melukis Bagi Anak-AnakOleh

Pada umumnya bila kita mengamati lukisan anak-anak, kesan yang ditimbulkan oleh sesuatu coretan-coretan tidak menentu kadang timbul lucu dan naif, bahwa coretan-coretan tersebut tidak pernah direncanakan sebelumnya akan tetapi merupakan akibat yang spontan dari ekspresi yang bebas dan goresan yang polos dengan bentuk-bentuk dan warna-warna yang selaras dengan kata hatinya. Kebebasan dan kemurnian yang dimiliki anak-anak sangat dominan baik dalam coretan, bentuk obyek, warna dan komposisinya, sehingga sering dikatakan bahwa seni lukis anak-anak merupakan lukisan yang paling murni karena belum terpengaruh seperti orang dewasa. Dibalik lukisannya itu bila kita perhatikan secara teliti akan kita dapati nilai-nilai artistik dan estetis bahkan mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang khas.

Untuk membahas tentang seni lukis anak-anak sebagai upaya pembinaan dan pemupukan bakat melukis, Rudi Isbandi dalam bukunya “ Seni Lukis Anak-anak” ada ciri yang mendasari dan mendominasi dunia anak-anak yaitu :

  1. Adanya rasa kebahagiaan pada diri anak-anak, yaitu kondisi ketika bathin masih merasa tentram.
  2. Adanya kebebasan pada diri anak-anak, yaitu pada anak-anak tidak ada ketergantungan psikologis baik pada seseorang maupun kepada masyarakat tentang nilai-nilai, tentang kebenaran, tentang keindahan yang harus diikuti.
  3. Adanya subyek aku pada diri anak-anak, yaitu karena adanya kebahagiaan dan kebebasan dalam diri anak-anak secara total, maka diri menjadi lebih penting sekali, sehingga kepribadian dapat menentukan penuh.

Dengan adanya ketiga ciri tersebut diatas, kebahagiaan, kebebasan dan adanya subyek aku pada diri anak-anak, maka melukis bagi anak-anak merupakan pencerminan pribadinya dan sarana untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya dari kemurnian jiwanya. Melukis bagi anak-anak merupakan kegembiraan dan kepuasan tersendiri sehingga tercermin perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak, melalui lukisan anak mulai menggembleng dirinya untuk percaya pada diri mereka sendiri dan berani mengungkapkan perasaan dan keinginan mereka.

Melukis bagi anak-anak merupakan bahasa untuk berfikir hal ini dapat diamati pada hasil-hasil dan proses pembuatannya. hasil akhir lukisan anak bukanlah sesuatu yang utama, yang terpenting adalah bagaimana anak dapat mengungkapkan dirinya sesuai dengan penghayatan dalam situasi dan keadaan tertentu.

Kepuasan berkarya pada anak-anak diperolehnya dari hasil keyakinan dirinya yang kemudaian berkembang sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas hasil karyanya.

Kualitas hasil karya anak-anak akan lebih baik bila mendapatkan pembinaan yang lebih serius dari para pendidik seni rupa. Pembinaan seni lukis mencakup aspek psikologis yang berkaitan dengan perkembangan jiwa anak, tidak hanya secara rasional tetapi lebih banyak secara intuitif unsur perasaan dan emosi anak lebih besar dari penalarannya.

Perkembangan jiwa anak melalui melukis dapat menumbuhkan daya kreasi dan fantasi anak dan akan memperkaya imajinasi dan mengembangkan kreativitas dalam menyalurkan bakat -bakatnya.

Penciptaan dan lingkungan

Dalam menciptakan lukisan atau menggambar biasanya ide muncul lebih dahulu, jadi apa yang hendak digambarkan itu sebelumnya sudah ada dalam jiwanya yang merupakan pengalaman yang lama maupun yang baru. Bertambah umur bertambah pula pengalamannya dari apa yang telah dilihatnya dan fantasi anak yang sedang berkembang, oleh sebab itu anak melukis apa yang ia ketahui bukan yang akan ia lihat, anak melukis karena adanya dorongan dalam jiwa untuk menyampaikan perasaan hatinya.

Sumber penciptaan bagi anak-anak pada dasarnya terdapat dua sumber :

1. Pengaruh dari luar

2. Pengaruh dari dalam

Pengaruh dari luar, sama sekali terikat dan bersumber pada alam realitas obyektif, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan sebagainya dalam bentuk cerita, sejarah atau peristiwa.

Sifat impresif ialah anak yang selalu ingin melukis alam di luar dirinya.

Pengaruh dari dalam, berisikan pengalaman bathin yang diperoleh dari pengamatan dan penglihatan sehari-hari berupa fantasi, dan fantasi bagi anak-anak merupakan kebutuhan yang sesuai dengan perkembangan pada umumnya terdorong karena keinginan kebebasan.

Sumber penciptaan dalam jiwa itu sendiri adalah dari pengalaman-pengalaman melihat sesuatu yang dihayati. Jadi yang diungkapkan adalah perasaan yang meluap-luap dari dalam kalbu lepas dari ketentuan teknik dan bentuk melainkan bagaimana suasana yang terjadi di dalam karyanya.

Lingkungan dalam bahasa inggris disebut Environtment, yang artinya : ac or of surrounding; all of the surrounding condition and influences that effect the development of living thing; a persons character is influenced by his environtment. sikap, kelakuan dan atau kenyataan dari lingkungan; semua dari kondisi lingkungan dan yang mempengaruhi mengenai perkembangan dari kehidupan satu hal; sifat orang-orang adalah dipengaruhi oleh lingkungan. Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian lingkungan adalah alam dan masyarakat yang berada di sekitar anak-anak.

Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap lukisan anak-anak, obyek yang dilukiskannya akan tercermin dalam lukisan. Demikian pula dalam pengolahan warna seperti semua jalan digambar hitam, langit biru, rumput hijau, gunung meletus merah. Penggambaran emosional dari warna sering terlahir dalam karya anak sehingga hasilnya berbeda dengan obyek yang sebenarnya. Kepekaan anak dalam mengamati lingkungan dan kehidupan masyarakat di sekitarnya dapat menimbulkan kreativitas anak yang berbakat, kepekaan anak dan sifat kekanak-kanakan itu dapat menghasilkan gambar yang khas, unik dan menarik.

Kegiatan Kreatif dan Rekreatif

Dalam tahap pertama anak menggambar dengan garis dan bentuk dengan bermacam-macam variasi. Sebagai kegiatan kreatif biasa dilakukan dengan main-main atao coreng-moreng, dan apabila hasilnya dikatakan bagus mereka akan lebih bersemangat dan ingin mencoba lagi sampai bagus. Sebaliknya apabila dikatakan jelek maka semangat dan pertumbuhan kreativitasnya menjadi hilang. Pada lukisan anak-anak yang kreatif akan terlihat pada garis-garis dan warnanya yang tidak statis, biasanya dikerjakan dengan spontan.

Berbagai isi lukisan seakan muncul secara tiba-tiba tanpa direnungkan dan dipikirkan.

Lukisan menjadi indah karena unsur naif kekanak-kanakan yang masih terlihat, hal semacam ini sering muncul dalam setiap lomba. Ekspresi memegang peranan penting dalam kegiatan kreatif anak dari kebebasan inilah muncul jiwa yang kreatif, yang merupakan pencerminan pribadinya.

Pengungkapan rasa kreativitas dalam berkarya sangat dipengaruhi oleh ekspresi jiwanya yang merupakan realitas bentuk kreasi yang sesuai dengan nalurinya.

Anak-anak yang kreatif pada umumnya menghasilkan karya-karya yang ritmis, bebas dan kaya akan variasi akan pengalaman yang dialaminya sehingga mempunyai motivasi untuk berkarya secara kreatif.

Masa kanak-kanak adalah masa yang paling subur dalam pengembangan kreatifitas yang tidak terikat oleh aturan-aturan yang ada di masyarakat melahirkan ungkapan yang orisinil.

Disamping kegiatan kreatif bagi pengembangan bakat anak-anak, bagi anak-anak yang tidak berbakat sekalipun dapat sebagai kegiatan rekreatif atau hiburan dalam mengisi waktu atau sekedar main-main dengan media menggambar atau melukis.

Justru dengan kegiatan semacam inilah bagi anak-anak dapat memberi motivasi atau dorongan dalam belajar, bahkan menumbuhkan pola berfikir sehingga anak menjadi lebih peka dan cerdas. Kecendrungan untuk lebih kritis terhadap suatu masalah diperlukan dorongan baik dari lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pertumbuhan dan Ciri Lukisan Anak

Masa pertumbuhan ini sangat besar artinya bagi anak-anak bagi perkembangan jasmani, rohani maupun intelektualnya. Anak-anak dalam melukis mengalami pertumbuhan yang makin maju. Pada dasarnya pertumbuhan anak dan ciri lukisan anak dapat menjadi empat tahap :

1. Masa coretan

2. Masa bagan

3. Masa pengamatan dan pernyataan yang lebih murni

4. Masa ingin menggunakan perspektif.

Masa coretan (kira-kira umur satu sampai tiga tahun). Sejak kecil anak selalu menggerak-gerak anggota badannya apabila bergerak dan dapat memegang alat maka mulailah mencoret atau menggores yang tanpa tujuan apa-apa lama-kelamaan menjadi terarah hal ini disebut masa coreng mencoreng.

Disamping belajar berbicara, hal ini merupakan kemampuan yang pertama yang dapat mencapai ke arah menggambar. Hasil dari coretan itu ialah berupa bintik-bintik atau garis yang bermacam arah, pada umumnya gambar itu merupakan tanda-tanda seperti diagram, garis lurus, lengkung, silang, lingkaran, segi empat segitiga dan sifatnya hanya menyusun atau mengkombinasikan.

Masa bagan (kira-kira umur empat sampai tujuh tahun). Perubahan umur ini membawa arah menuju gambar yang lebih terarah, berdasarkan dari bentuk-bentuk yang telah dikuasainya. Obyek yang digambarkan oleh anak-anak berbeda karena faktor alam disekitarnya yang mempengaruhi berbeda-beda. Gambar belum menyerupai bentuk yang sebenarnya, baru berupa bagan akan tetapi anak itu telah menyebut nama dari gambarnya, berarti telah mengekspresikan idenya. Keberanian dan kebebasan sangat dominan sehingga belum mampu menciptakan wujud sesuai dengan kenyataan. Pada masa itu sifat gambar masih belum obyektif tetapi masih emosional untuk kepuasan diri sendiri.

Dorongan kebutuhan untuk meniru telah tampak sejak kecil meniru apa yang ia lihat, dengar dalam permainan peranan. Dorongan kebutuhan untuk mengulang telah ada sejak kecil sewaktu ia pandai berjalan atau mengulang sesuatu yang telah diciptakan.

Masa pengamatan dan pernyataan yang lebih murni (kira-kira umur tujuh sampai sembilan tahun).    Kecendrungan anak bersifat kritis dan egois dalam segala perbuatan yang diliputi oleh pemikiran yang serba ingin tahu. Anak pada masa itu mengalami perkembangan yang luar biasa menggambar dengan terus terang, ia tidak mau menerima begitu saja. Pada taraf ini mereka sangat memperhatikan garis dan bentuk yang sangat artistik dan sederhana. dimana unsur garis lebih kuat untuk menyatakan bentuk garis artistik, dalam penggunaan warna dilakukan secara spontan menurut kesenangannya sendiri. Sifat kekanak-kanakan yang khas dan kejujurannya akan tetapi kebebasan kemampuannya terbatas oleh akalnya.

Masa ingin menggunakan perspektif (kira-kira umur sepuluh sampai lima belas tahun). Anak lebih suka kepada kemungkinan-kemungkinan pernyataan real karena perlambangan intelektualnya, dan dipengaruhi oleh alat ekspresi lain dari pada menggambar, adalah bahasa. Anak-anak tidak puas dengan gambar anak-anak seperti dulu, ini cenderung kepada realitas baru (obyektif), ingin melihat gambar yang sewajarnya mereka sudah terpengaruh oleh kaidah dan norma teknik atau keindahan-keindahan, gambar obyektif itulah yang baik menurut anggapan mereka

pada tahap ini gambar tidak datar lagi walaupun untuk menyatakan ruang kadang-kadang tidak berhasil, tetapi telah dapat menunjukkan sifat-sifat perspektif.

Dari pertumbuhan anak tersebut dapat diberikan ciri-ciri lukisan anak-anak bahwa anak-anak melukiskan apa-apa yang menarik perhatian dan selebihnya seakan-akan tak penting. Adapun bentuk secara hakiki tak diperhatikan, meskipun pada masa akhir mereka perhatikan, mereka melukis apa yang mereka ketahui. Kecenderungan untuk mengulang pekerjaan berkali-kali. Benda-benda akan digambar berdampingan tetapi memencar, gambar seolah-olah tembus apa yang ada di dalam dilukisnya.

Sifat gambar datar untuk menunjukan dimensi ketiga dibuatnya dengan meletakan apa yang akan digambar itu agak keatas

Pembinaan dan Pemupukan

Upaya pembinaan dan pemupukan bakat melukis anak-anak, bukanlah merupakan tanggung jawab seniman saja akan tetapi merupakan tanggungjawab semua pihak baik seniman, pendidik, maupun orang tua. Mengingat pentingnya peranan pembinaan dan pemupukan bakat melukis bagi perkembangan pada dunia anak-anak. Disekolah-sekolah mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, SLTP dan SLTA, mata pelajaran menggambar atau melukis, perlu dipupuk agar dapat berkembang disamping kesenangan melukis sejak kecil supaya tidak hilang atau sia-sia.

Pelajaran menggambar atau melukis perlu mendapat perhartian yang benar, jangan hanya sebagai mata pelajaran tambahan saja yang sebenarnya sangat terkait dengan mata pelajaran lainnya. Bagi anak, fantasi anak yang luas dapat dipergunakan dalam pengajaran sangat penting artinya adalah untuk mengembangkan bakat ekspresi, perasaan, emosi, keindahan, kreatifitas dan lain-lain sebagainya. Apabila anak yang memiliki bakat tertentu tidak mendapatkan bimbingan yang baik untuk menyalurkannya, kemungkinan akan hilang atau macet, berarti pula kita akan kehilangan calon-calon seniman. Jadi upaya pembinaan dan pemupukan bakat melukis adalah untuk menggairahkan dan memajukan kesanggupan anak melukis menurut jalan yang sewajarnya dengan cara yang lazim dilakukan dan diberikan kebebasasan sesuai dengan perkembangan dan lingkungan mereka. Pendidikan bukan hanya mengembangkan kecerdasan otak saja tetapi juga mengembangkan emosi artistik dan estetis. Selain sebagai media ekspresi untuk menyalurkan isi hati dan pemupukan perkembangan kemampuan kreatif dan ketajaman perasaan mengenai keindahan yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak-anak.

Selain pendidikan dilakukan di sekolah-sekolah, perlu diadakan kursus atau penataran untuk guru seni rupa di sekolah disamping sanggar atau perkumpulan seni atau semacam lomba dan pameran. Pembinaan dan pemupukan bakat ini perlu dipisahkan antara menggambar teknis dan menggambar ekspresi, sebab menggambar teknis tujuannya memperoleh kecakapan teknis menggambar, menguasai alat sedangkan menggambar ekspresi, tidak terikat oleh ketentuan-ketentuan teknis yang lebih mementingkan lahirnya cipta, rasa dan karyanya secara utuh. Pada umumnya menurut teori yang telah ada bukanlah hasil lukisan tersebut tetapi yang lebih penting adalah pekerjaannya itu sendiri. Alangkah baiknya apabila keduanya dapat dipadukan sehingga antara pekerjaan dan hasilnya sehingga anak mendapatkan kebebasan dalam mencipta.

Pendidikan

Konsep Kecerdasan

Artikel http://www.pikirdong.org/images/pages/arrow.bmpPendidikan | 06/2005 | Pikirdong | Pendidikan


Hasil ujian akhir telah selesai, beberapa siswa mulai dibagikan hasil yang diperoleh setelah seminggu mengikuti ujian. Beberapa siswa terlihat gembira dan beberapa siswa lain tertunduk lesu. Sudah dapat ditebak, kemungkinan hasil ujian yang diperolehnya tidak begitu memuaskan. Di sebuah sudut ruangan terlihat beberapa siswa yang tidak menunjukkan ekpresi apapun, bahkan sepertinya tidak terpengaruh samasekali dengan hasil ujian yang di perolehnya.

Apa yang Anda pikir dan bayangkan kepada ketiga kelompok di atas? Tentunya kelompok pertama adalah anak-anak cerdas dengan hasil ujian yang sangat memuaskan, kedua anak-anak yang kurang cerdas dengan hasil ujian yang tidak bagus dan ketiga adalah anak-anak yang disebut sebagai anak yang kurang peduli dengan masa depannya, dengan kata lain sebagai anak nakal. Inilah gambaran secara umum yang kita berikan ketika kita dihadapkan dengan sebuah pertanyaan “Secerdaskah apakah Anda?”

Anda dengan mudah mengatakan anak yang memperoleh nilai rata-rata A+ adalah anak yang cerdas dibandingkan dengan anak yang memperoleh nilai rata-rata C. Konsep berpikir demikian merupakan konsep yang terpaku pada konsep kecerdasan yang dikembangkan oleh Alfred Binet, seorang psikolog dari Perancis dan Theophile Simon yang didasarkan pada tiga kemampuan dasar yakni; kemampuan membaca, kemampuan menulis dan berhitung.

Binet telah mengembangkan konsep kecerdasan yang disebut dengan masa kelahiran IQ sebagai tolak ukur tingkat kecerdasan seseorang, sampai betahun-tahun bahkan sampai sekarang konsep IQ masih dipakai dalam menilai kecerdasan. Akibatnya, kita selalu berpikir bahwa kecerdasan merupakan kapasitas yang sudah pasti, tes IQ, tes standarisasi, dan tes prestasi kognitif akademis menjadi tolak ukur bahwa seseorang dapat mencapai sukses atau jatuh kedasar.

Seorang psikolog kognitif, Howard Gardner menggagas suatu bentuk kecerdasan yang lain yang disebut dengan “kecerdasan pribadi”, satu-satunya sumbangan paling penting dalam dunia pendidikan untuk perkembangan seorang anak adalah membantunya menemukan bidang yang paling cocok dengan bakatnya yang akan membuatnya merasa puas dan lebih kompeten. Gardner mengembangkan suatu proyek spektrum untuk mengurutkan kepandaian anak dan meluangkan waktu untuk menolong mereka menemukan bakat dan kecakapan alamiah dan memupuknya. Project Zero ini merupakan program Gardner di Universitas Harvard untuk menemukan bakat alamiah anak yang berbeda-beda dan membantunya mencapai sukses.

Pada tahun 1983 dalam bukunya Frames of Mind, Gardner menolak dengan tegas pandangan terhadap kecerdasan yang terpaku pada IQ.[1] Dalam karyanya Gardner menemukan beberapa jenis kecerdasan, tidak hanya satu yang dapat diukur dan dijumlah sebagaimana kecerdasan IQ. Teorinya menawarkan pandangan yang lebih luas mengenai kecerdasan dan menyarankan bahwa kecerdasan adalah suatu kesinambungan yang dapat dikembangkan seumur hidup.

Gardner menawarkan suatu konsep kecerdasan yang samasekali tidak dapat dijawab oleh orang-orang yang berpegang bahwa kecerdasan itu bersifat statis, konsep kecerdasan yang sangat terpaku pada hasil tes IQ yang menggolongkan Anda cerdas atau tidak. Gardner memberikan suatu alternatif kecerdasan yang lebih luas daripada sekedar IQ semata. Kecerdasan akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk emnghadapi gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. Namun, bahkan IQ yang lebih tinggi pun tidak menjamin kesejahteraan, gengsi atau kebahagian hidup; sekolah dan budaya kita menitik beratkan pada kemampuan akademis, mengabaikan kecerdasan emosional (Goleman, 1995)

Siapakah orang-orang berikut ini paling cerdas menurut Anda? Pablo Picasso, Ellie Wiesel, Michael Jordan, Mozart, Albert Einstein, Abraham Lincoln, Martin Luther Jr? Apa yang Anda katakan? Dapatkah Anda menyebutkan orang yang paling cerdas diantara orang-orang tersebut? Dapatkah Anda mengurutkan tingkatan paling cerdas lalu pada tingkat yang paling rendah? Apa yang dapat Anda katakan? Bagaimana bila pertanyaan tersebut diubah menjadi bagaimanakah mereka dapat menjadi cerdas? Manakah yang dapat Anda jelaskan dibandingkan dengan pertanyaan sebelumnya? Howard Gardner menjelaskan kecerdasan yang dimiliki oleh orang-orang diatas memiliki kecerdasan dengan cara yang berbeda-beda yang ia sebut sebagai Multiple Intelligence (kecerdasan majemuk)

Apa sajakah jenis kecerdasan itu?

1. Spasial-Visual

berpikir dalam citra gambar. Melibatkan kemampuan untuk memahami hubungan ruang dan citra mental dan secara akurat mengerti dunia visual;

kemampuan ini menyangkut:

Sketsa, menggambar, visualisasi, mencorat-coret, citra, grafik, desain, tabel, seni, video, film, ilustrasi.

2. Linguistik-Verbal

berpikir dalam kata-kata. Mencakup kemahiran berbahasa untuk berbicara, menulis, membaca, menghubungkan, dan menafsirkan;

kemampuan ini menyangkut;

kata-kata, berbicara, menulis, bercerita, mendengarkan, buku, kaset, dialog, diskusi, puisi, lirik, mengeja, bahasa asing, surat, email, pidato, makalah, esai.

3. Interpersonal

berpikir lewat komunikasi dengan orang lain. Ini mengacu kepada ketrampilan manusia, dapat dengan mudah membaca situasi, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain.

kemampuan ini menyangkut;

memimpin, mengorganisasi, berinteraksi, menyayangi, berbicara, sosialisasi, manipulasi, menjadi pendamai, permainan kelompok, klub, teman-teman, kelompok kerjasama.

4. Musikal-Ritmik

berpikir dalam irama dan melodi.

kemampuan ini menyangkut;

menyanyi, bersenandung, mengetuk-ngetuk, irama, melodi, kecepatan, warna nada, alat musik, rima.

5. Naturalis

berpikir dalam acuan alam. Merupakan klasifikasi Gardner mengenai pemetaan kecerdasan dari beberapa konsep multidimensi kecerdasan atau kecerdasan berganda. Kecerdasan ini menyangkut pertalian hubungan antara seseorang dengan alam, yang dapat melihat hubungan dan pola dalam dunia alamiah dan mengindentifikasi dan berinteraksi dengan proses alam.

kemampuan ini menyangkut;

jalan-jalan di alam terbuka, berinteraksi dengan binatang, pengategorian, menatap binatang, meramal cuaca, simulasi, penemuan.

6. Badan-Kinestik

berpikir melalui sensasi dan gerakan fisik. Merupakan kemampuan untuk mengendalikan dan menggunakan fisik dengan mudah dan cekatan.

kemampuan ini menyangkut;

menari, berlari, melompat, menyentuh, menciptakan, mencoba, mensimulasikan, merakit/membongkar, bermain drama, permainan, indera peraba.

7. Intrapersonal

berpikir secara reflektif. Ini mengacu pada kesadaran refletif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri.

kemampuan ini menyangkut;

berpikir, meditasi, bermimpi, berdiam diri, mencanangkan tujuan, refleksi, merenung, membuat jurnal, menilai diri, waktu menyendiri, proyek yang dirintis sendiri, menulis, intropeksi.

8. Logis-Matematis

berpikir dengan penalaran. Melibatkan pemecahan masalah secara logis dan ilmiah dan kemampuan matematis.

kemampuan ini menyangkut;

bereksprimen, bertanya, menghitung, logika deduktif dan induktif, mengorganisasikan, fakta, teka-teki, skenario.

Kebanyakan orangtua lebih mencemaskan nilai yang diperoleh anaknya yang turun secara drastis dibandingkan dengan bakat yang dipunya oleh anaknya, lalu memaksa dengan penuh tekanan untuk terus-menerus untuk memperbaiki nilai tersebut. Beberapa orangtua pun beranggapan bahwa nilai rapor juga sangat mempengaruhi kesuksesan anaknya, sehingga secara terus-menerus menekan anaknya untuk mendapat nilai A yang pada akhirnya kecerdasan alamiah anak menjadi hilang akibat paksaan tersebut

Tugas kita adalah menemukan bakat alamiah anak, mengembangkan kemampuan tersebut hingga anak dapat menjadi sukses adalah merupakan langkah yang diambil sekolah-sekolah dalam proyek spektrum bakat alamiah anak. Beberapa sekolah yang memang khusus melatih silang antara guru dan siswa mengembangkan dan memperkuat kecerdasan berganda. Albert Einstein merupakan contoh dari lulusan dari New City School di St. Louis yang mengembangkan bakat alamiahnya di sekolah tersebut (PD)

_____________

[1] Howard Gardner melihat pada penderita “savants” yang pada umumnya memiliki inteligensi yang rendah namun diantara mereka mempunyai kemampuan berhitung sangat menonjol, atau penderita savant(as) lainnya yang mampu melukis walaupun menderita hyperlexia [back]

This son has talent

Posted by Bill Livingston March 24, 2008 17:54PM

Categories: Bill Livingston columns, College: NCAA Tournament

http://blog.cleveland.com/sports/2008/03/small_curry0325.jpgAssociated PressDavidson’s Stephen Curry (30) celebrates as Georgetown’s Jessie Sapp (21) walks away following Davidson’s 74-70 win in a second-round NCAA Midwest Regional basketball game in Raleigh, N.C., Sunday, March 23, 2008. Curry lead Davidson with 30 points.

In classical drama, heredity only works when passing the sins of fathers down to sons.

In the case of the unlikely hero of the NCAA Tournament so far, Davidson’s Stephen Curry, it works in handing down the talents.

Curry has scored 70 points in leading Davidson to the Sweet 16, 55 of them in the second halves of his two games. “You think Dell Curry’s son can shoot a little bit?” Wayne Embry said from Toronto, where he is now a consultant with the Raptors.

Embry thought the father was a deadeye too. As Cavaliers general manager, he shipped “Dinner Bell” Mel Turpin to Utah for Curry in time for the 1987-88 season and a surprising run to the playoffs.

As a Cav, Dell Curry averaged 10.0 points and made 45.8 percent of his shots, most of them jumpers taken with a hair-trigger release. “Stephen Curry will take the ball to the basket. Dell didn’t,” said Embry.

The Cavs exposed Dell Curry in the 1988 expansion draft. He became one of the great shooters in the NBA in Charlotte, a regular contender for the Sixth Man of the Year award, and the winner of it once.

“Oh, boy, are shooters hard to find. We had a big debate about Dell and Mike Sanders. [Cavs coach] Lenny Wilkens liked Mike’s fit on the front line and how he could play defense,” said Embry.

Dell Curry wasn’t Lenny’s kind of guy. Didn’t handle the ball well. Didn’t defend with resolution. Had only one skill. But when he shot, the angels sang.

The Cavs lost to the Bulls in five fierce games that season. Curry’s flaws were exposed when he had to play big minutes in relief of foul-plagued Mark Price in the final game. It might have tipped the scales against him. “We gambled by exposing Dell, and we lost,” said Embry.

It was far from the Cavs’ worst move. But it was a bad one.

A sad part of the Cavs’ history since then has consisted of attempts to surround star players with the shooters they have then thrown away. History repeated itself after LeBron James’ rookie season when Embry’s successor, Jim Paxson, bungled away Jason Kapono, an assassin on the arc, in another expansion draft. Kapono, now in Toronto, leads the NBA in 3-point shooting.

Embry failed to find a productive shooter with Trajan Langdon. Recently acquired Wally Sczcerbiak struggles.

“There are a lot of former players’ sons in high-profile college programs,” said Embry. “Doc Rivers has a son at Georgetown, and so does Patrick Ewing. They’re good players, but they’re not their fathers. In the league, Luke Walton is fine at what he does, but he’s not his father Bill.”

But Curry seems to be the very image of his dad. “He looks like him and shoots like him, too. That late, contested 3 he hit against Georgetown, he barely touched the ball, and it was in the air,” said Embry.

Listed at 6-3 and 185 pounds, Curry is really smaller. “How much bigger can he get?” asked Embry.

Scouts think he is not big enough to be a shooting guard or a good enough ballhandler to be a point guard.

“We would sit in the war room on draft day, arguing about whether a player was a 1 [point guard in the playbook] or 2 [shooting guard],” Embry said. “I thought we should just see if he could play.”

The Currys can.

As a Cav, Dell Curry averaged 10.0 points and made 45.8 percent of his shots, most of them jumpers taken with a hair-trigger release. “Stephen Curry will take the ball to the basket. Dell didn’t,” said Embry.

The Cavs exposed Dell Curry in the 1988 expansion draft. He became one of the great shooters in the NBA in Charlotte, a regular contender for the Sixth Man of the Year award, and the winner of it once.

“Oh, boy, are shooters hard to find. We had a big debate about Dell and Mike Sanders. [Cavs coach] Lenny Wilkens liked Mike’s fit on the front line and how he could play defense,” said Embry.

Dell Curry wasn’t Lenny’s kind of guy. Didn’t handle the ball well. Didn’t defend with resolution. Had only one skill. But when he shot, the angels sang.

The Cavs lost to the Bulls in five fierce games that season. Curry’s flaws were exposed when he had to play big minutes in relief of foul-plagued Mark Price in the final game. It might have tipped the scales against him. “We gambled by exposing Dell, and we lost,” said Embry.

It was far from the Cavs’ worst move. But it was a bad one.

A sad part of the Cavs’ history since then has consisted of attempts to surround star players with the shooters they have then thrown away. History repeated itself after LeBron James’ rookie season when Embry’s successor, Jim Paxson, bungled away Jason Kapono, an assassin on the arc, in another expansion draft. Kapono, now in Toronto, leads the NBA in 3-point shooting.

Embry failed to find a productive shooter with Trajan Langdon. Recently acquired Wally Sczcerbiak struggles.

“There are a lot of former players’ sons in high-profile college programs,” said Embry. “Doc Rivers has a son at Georgetown, and so does Patrick Ewing. They’re good players, but they’re not their fathers. In the league, Luke Walton is fine at what he does, but he’s not his father Bill.”

But Curry seems to be the very image of his dad. “He looks like him and shoots like him, too. That late, contested 3 he hit against Georgetown, he barely touched the ball, and it was in the air,” said Embry.

Listed at 6-3 and 185 pounds, Curry is really smaller. “How much bigger can he get?” asked Embry.

Scouts think he is not big enough to be a shooting guard or a good enough ballhandler to be a point guard.

“We would sit in the war room on draft day, arguing about whether a player was a 1 [point guard in the playbook] or 2 [shooting guard],” Embry said. “I thought we should just see if he could play.”

The Currys can.

Print This Page Print| Send To A Friend Send To A Friend| Permalink (Learn More)
Share: Reddit | Digg | del.icio.us | Google | Yahoo | What is this?

Edmonton police rounded up women for ‘talent nights,’ hearing told

Last Updated: Friday, July 11, 2008 | 6:13 PM MT Comments128Recommend101

CBC News

Edmonton police officers regularly rounded up women from bars at closing time and took them to a constables’ lounge at police headquarters for “talent nights,” a disciplinary hearing has been told.

The allegations were made in May at the disciplinary hearing of Const. Sebastien Berube. CBC News has obtained transcripts of the hearings, which concluded this week. A ruling is expected by the fall.

Berube faces five disciplinary charges related to a night in the constables’ lounge in 2005. Now on paid leave, he is alleged to have invited three waitresses from a strip club to join him.

The charges include one count of insubordination and four counts of deceit.

The complaint was laid by Sgt. Doug Goss, who was in the lounge that night.

At the hearing, Berube testified he invited a woman he’d met at a West End strip club to the lounge. She brought two friends with her.

Berube testified he took his guest to a room off the lounge. The other two women were left in the lounge.

Treated unfairly, constable believes

This concerned Goss, who was under the impression the women were strippers and could have links to motorcycle gangs.

The allegations of officers taking part in what some called “talent nights” arose from testimony by Berube. He said he revealed the practice because he felt he was being treated unfairly when worse things were happening in the lounge.

Berube told the hearing that police squads regularly competed to collect as many women as possible.

“They just drive around when the bars finish and people, you know, they are all waiting outside for cabs. It’s pretty easy to pick up a girl that’s freezing at -40 out and offering her a ride to somewhere she can have a drink after the bar closes,” Berube testified.

Three other officers confirmed the existence of this practice in testimony at the hearing.

Sgt. Tony Simioni told the hearing that members in his command showed him pictures of what happened on these nights. However, Simioni doesn’t believe officers engaged in an actual competition.

‘Who knows what goes on?’

“The scenario that you just described I think is a little bit out there,” he told CBC News on Thursday.

“I think it’s a little bit over the top. I don’t have absolute deniability that this occurs, because who knows what goes on when I’m not there?

“I’ve heard of the prospect of talent night and it’s nowhere near what your definition seems to be.”

Simioni rejected Berube’s allegations that prostitutes were guests in the lounge. He said other officers had told him that strippers had been brought in, but he never saw any.

The constables’ lounge is licensed and has vending machines that dispense beer and liquor. It operates after bars have closed to give police officers a place to socialize after they have finished a late shift.

Edmonton police Chief Mike Boyd will not comment on the allegations until a ruling is made.

Leave a comment »

KKN PPL SEDAYU OK TAPI …..

WAK KKN-PPL DSEDAYU ASYIK JUGA TP MASIH ADA PRO DAN KONTRA ANTARA PESERTA KKN-PPL

TP HIDUP KKN PPL SEDAYU

Leave a comment »

Google


Google

Leave a comment »

sertifikasi

dikutip dari majalah tempo

8.527 Guru Lulus Uji Sertifikasi
Jum’at, 12 Oktober 2007 | 16:15 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:
Sejumlah 8.527 orang guru dari 16.872 orang guru yang menyerahkan kelengkapan berkas portofolio dinyatakan lulus uji sertifikasi.

“7.567 guru sisanya yang tidak lulus dalam penilaian portofolio untuk uji sertifikasi, akan mengikuti diklat profesi guru yang dilakukan pertengahan November tahun ini,” ujar Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Fasli Jalal, Selasa lalu.

Diklat yang akan diberikan kepada guru, katanya, akan berlangsung selama 90 jam atau 2 minggu. Materi yang akan diberikan kepada guru berupa pelatihan dan ujian di akhir sesi.

Tunjangan untuk guru yang lulus sertifikasi kuota 2006 akan mulai dibayarkan Oktober.

Leave a comment »

SELAMAT DATANG


Google

 

Leave a comment »

SISDIKNAS

Comments (2) »